[ad_1]
JAKARTA, KOMPAS.com – Isu mengenai komunikasi antara kubu calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengemuka sejak pekan lalu.
Pertanyaan yang muncul seiring dengan isu itu adalah apakah memungkinkan kedua kubu itu bekerja sama, mengingat sejumlah elemen partai politik yang terdapat di dalam koalisi kubu masing-masing mempunyai warna yang kontras.
Ambil contoh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan anggota Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang mengusung capres-cawapres Anies-Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Sedangkan yang menjadi motor utama di kubu koalisi pengusung Ganjar dan cawapres Mahfud MD adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Baca juga: Tiba di Sorong, Anies: Senang Sekali Tiba di Tanah Papua
Jika ditilik, corak politik PKS dan PDI-P berbeda jauh. PKS condong ke arah kelompok Islam, sedangkan PDI-P berbasis nasionalisme marhaen.
Meski demikian, dalam dinamika di masa kampanye pemilihan presiden (Pilpres) kali ini kedua kubu yang mulanya berseberangan nampak berupaya saling menjalin kedekatan.
Pada awal genderang Pilpres 2024 dimulai, Anies-Cak Imin seolah menjadi satu-satunya kubu yang berhadap-hadapan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Apalagi narasi yang mereka usung adalah “perubahan”, ditambah semangat menggebut buat merevisi program proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Baca juga: Konser Pendukungnya Ricuh Diduga karena Provokasi, Ganjar: Jangan Terpancing
Sedangkan Ganjar-Mahfud sempat masih mencoba mengasosiasikan diri mereka dengan Presiden Jokowi, dengan harapan meraih dukungan dari para pemilih loyalnya.
Posisi Ganjar-Mahfud saat itu nyaris tidak jauh berbeda dengan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang secara terbuka mengusung narasi “keberlanjutan” dan “pendukung Jokowi”.
Akan tetapi, saat ini baik Anies-Cak Imin serta Ganjar-Mahfud seolah berada dalam sebuah gelombang yang hampir selaras. Bahkan mereka seakan terlihat mempunyai “musuh bersama” yakni Prabowo-Gibran.
Baca juga: Kenakan Jaket Attack on Titan, Anies Pasang Gestur “Sasageyo”
Di sisi lain, sampai saat ini prediksi tentang proses pelaksanaan Pilpres 2024 masih sangat dinamis. Sebagian kalangan meyakini persaingan itu hanya akan berlangsung 1 putaran. Sedangkan pihak lainnya menilai Pilpres 2024 akan berlangsung 2 putaran.
Jika memang Pilpres berlangsung 2 putaran, maka bakal ada 1 pasangan yang tidak akan lolos ke tahap berikutnya usai pemungutan suara pada 14 Februari 2024 mendatang.
Dalam survei elektabilitas capres-cawapres yang dilakukan Litbang Kompas pada 29 November-4 Desember 2023 terungkap pasangan Prabowo-Gibran berada di posisi teratas dengan perolehan 39,3 persen suara.
Sedangkan elektabilitas duet Anies-Cak Imin berada di angkat 16,7 persen. Tingkat elektoral capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD tercatat 15,3 persen.
Menurut pengamat politik Jannus TH Siahaan, tren kedekatan kedua kubu Anies-Cak Imin dan Ganjar-Gibran mulai muncul setelah debat pertama presiden. Saat itu Anies dan Ganjar bersama-sama menyerang Prabowo.
Baca juga: Saat Ganjar Tanya ke Bawaslu Apakah Boleh Bagi-bagi HP Saat Kampanye…
“Lalu pada debat kedua, tren tersebut semakin jelas. Hal itu juga didukung oleh fakta hasil survei yang tidak juga memberi kepastian kepada kubu Prabowo soal pemilu satu putaran,” kata Jannus dalam keterangannya seperti dikutip pada Senin (15/1/2024).
Selain itu, Jannus menilai tingkat elektabilitas Prabowo-Gibran tak kunjung menembus angka 50 persen. Hal itu, menurut dia, memperlihatkan ceruk pemilih Prabowo-Gibran sudah masuk pada level klimaks dan sulit untuk ditingkatkan lagi.
“Artinya Pemilu berkemungkinan besar akan menjadi dua putaran. Nah, mau tak mau satu di antara dua akan lolos ke putaran kedua, melawan Prabowo- Gibran,” ujar Jannus.
“Itu bisa saja Anies, ataupun Ganjar. Dan dengan tren perolehan suara Prabowo-Gibran yang tak juga tembus 50 persen, maka Anies dan Ganjar yang masuk putaran kedua berpeluang mengalahkan Prabowo, jika menggabungkan kekuatan,” sambung Jannus.
Jannus mencontohkan, jika pada pemungutan suara perolehan suara maksimal Prabowo-Gibran hanya 45 persen, maka 55 persen adalah milik Anies dan Ganjar.
Baca juga: Cek Potensi Besar Perikanan di Maluku, Anies: Harus Diiringi dengan Regulasi
“Artinya, jika kedua kubu bersatu, maka peluang mengalahkan Prabowo Gibran semakin besar bukan?” kata Jannus.
Soal kerja sama antarpartai di kedua kubu, kata Jannus, peluang masih sangat terbuka.
Sebab jika Ganjar masuk putaran kedua, kata Jannus, PDI-P berpeluang menarik Partai Nasdem dan PKB karena mereka selama 9 tahun terakhir sudah bersama.
“Sedangkan peluang PDI-P bersatu dengan PKS memang kecil, tapi bukan berarti tak mungkin. Politik terkait kepentingan dan negosiasi atau lobi juga kan ya?” papar Jannus.
Menurut Jannus, jika Anies gagal lolos di putaran pertama dan bergabung dengan Ganjar beserta para partai pendukungnya pada putaran kedua Pilpres, maka diprediksi persaingan akan semakin sengit karena kekuatan akan nyaris imbang.
Baca juga: Bercanda Ingin Bagi-bagi Ponsel, Ganjar: Yang Bawa Susu Saja Diperiksa…
“Apalagi jika ketiga partai bisa membujuk PKS untuk bergabung. Jika hal itu terjadi, maka peluang mengalahkan pasangan 2 akan semakin terbuka lebar,” ucap Jannus.
Begitu juga jika nantinya Ganjar tidak lolos ke putaran kedua dan memutuskan bergabung dengan kubu Anies. Menurut Jannus, dengan cara itu PDI-P bisa membalas sikap politik Jokowi yang seolah semakin terbuka mendukung Prabowo-Gibran.
“Kesumat PDI-P kepada Jokowi sudah sama-sama publik dan kita ketahui bukan? Logikanya, musuh dari musuh saya adalah kawan,” papar Jannus.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
[ad_2]
Source link