[ad_1]
CNN Indonesia
Senin, 22 Jan 2024 11:45 WIB
Prabowo Subianto dan pasangan calon wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, saat debat cawapres Minggu (21/1). (AFP/YASUYOSHI CHIBA)
Jakarta, CNN Indonesia —
Surat kabar asal Amerika Serikat, New York Times, menyoroti calon presiden (capres) RI nomor urut 2, Prabowo Subianto, terkait masalah demokrasi.
Dalam artikel bertajuk “Why This Presidential Front-Runner Is Stirring Fears of the ‘Death of Democracy'”, New York Times (NYT) menuliskan pandangan sejumlah kritikus mengenai kans Prabowo menang dalam pemilihan presiden (pilpres) Februari 2024 ini dan ancaman terhadap demokrasi di Indonesia jika sang Menhan menang.
NYT mengutip Direktur Setara Institute for Democracy and Peace, Hendardi, yang mengatakan bahwa jika Prabowo terpilih, maka demokrasi di Indonesia akan “mati”.
“Yang akan terjadi adalah matinya demokrasi,” kata Hendardi.
NYT memaparkan Prabowo selama ini diduga terlibat dalam penculikan aktivis pro-demokrasi pada 1998. Dia juga dituduh melakukan kekejaman selama pendudukan militer “yang kejam” di Timor Timur.
Prabowo dinilai memiliki karakter kuat yang berasal dari masa ketika Indonesia masih di bawah pemerintahan “diktator” mantan mertuanya, Presiden Soeharto.
Meski begitu, selama dua dekade terakhir, Prabowo mencoba politik demokratis dengan menampilkan kepribadian yang berbeda dalam berbagai upayanya menjadi pemimpin RI.
Kini, sebulan sebelum pemilu, hampir setiap jajak pendapat menunjukkan bahwa Ketua Umum Partai Gerindra itu memimpin suara dalam putaran pertama.
“Kami sudah lama menentang Prabowo. Dan dengan kekuatan kami yang terbatas, kami masih bisa mencegahnya untuk maju. Tapi sekarang dia sudah mendapatkan dukungan,” kata Hendardi.
Menurut NYT, selama kampanye, Prabowo menepis kekhawatiran masyarakat akan rekam jejak dia.
Kendati demikian, sifat asli seseorang bagaimanapun akan terlihat. Pada debat presiden 7 Januari lalu, Prabowo bicara mengenai perlunya mengembangkan militer yang kuat.
Dia lantas mengatakan bahwa tanpa militer, sebuah bangsa “akan dilindas” seperti yang terjadi di Gaza saat ini.
Dalam pilpres kali ini, Prabowo akan bersaing dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Jika ingin menang pada 14 Februari mendatang, Prabowo harus memperoleh setidaknya 51 persen suara.
Namun, survei menunjukkan bahwa meski Prabowo unggul jauh dibandingkan kedua rivalnya, ia hanya mencapai sekitar 46 persen suara. Ini artinya Prabowo kemungkinan mesti mengikuti putaran kedua pada Juni dan kemungkinan bakal menghadapi persaingan yang lebih ketat.
“Selama bertahun-tahun, kepresidenan Prabowo dianggap kecil kemungkinannya di Indonesia, salah satu negara demokrasi paling dinamis di Asia Tenggara,” tulis NYT.
Prabowo selama ini dianggap sebagai simbol 32 tahun pemerintahan Soeharto. Setelah penggulingan Soeharto pada 1998, dia diberhentikan dari militer Indonesia usai angkatan bersenjata mengetahui bahwa dirinya terlibat dalam penculikan dan penyiksaan terhadap para aktivis pro-demokrasi.
Sebanyak 13 aktivis hingga kini masih hilang dan dikhawatirkan telah meninggal dunia.
NYT juga menyoroti betapa Prabowo kebal hukum karena tak pernah dipidana meski punya begitu banyak rekam jejak soal hak asasi manusia.
Amerika Serikat bahkan sampai melarang Prabowo masuk ke Negeri Paman Sam selama bertahun-tahun karena aksinya itu.
Pada 2014, saat pertama maju pilpres melawan Presiden Joko Widodo yang juga sama-sama baru maju saat itu, Prabowo menampilkan citra diri sebagai orang kuat di bidang militer.
Dia meneriakkan pidato-pidato nasionalis, namun kalah dari Jokowi. Selang lima tahun kemudian, Prabowo menggambarkan dirinya sebagai seorang Muslim yang taat dan mengandalkan omongan komunal, sambil menuding Jokowi merupakan pemeluk agama Kristen hingga keturunan China.
Meski menuding sedemikian rupa, Prabowo tetap kalah dari Jokowi. Dia lalu mengklaim dirinya korban kecurangan pemilu dan mengumpulkan massa Islam untuk protes hasil pemilu.
Dalam kampanye kali ini, Prabowo mencoba menghilangkan reputasinya sebagai orang yang mudah marah dengan mencitrakan dirinya sebagai seorang kakek gemoy yang menari-nari di forum publik.
Dia juga mendapat dukungan dari Jokowi, yang memiliki basis massanya sendiri, dengan menggandeng putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres.
Karena dukungan ini, baliho-baliho Prabowo-Gibran bertebaran di seluruh Indonesia. Baliho itu menarik perhatian kalangan muda karena menampilkan kartun lucu Prabowo bermata bulat dan gemuk bersama kartun Gibran.
“Perubahan ini mendapat perhatian di kalangan generasi muda Indonesia, yang merupakan pemilih terbesar di negara tersebut. Orang-orang yang berusia di bawah 30 tahun tidak tumbuh besar di bawah pemerintahan Soeharto dan banyak dari mereka yang hanya tahu sedikit tentang kengerian rezim Soeharto karena hal-hal tersebut tidak termaktub dalam buku-buku pelajaran di negara ini,” tulis NYT.
(blq/rds)
[ad_2]
Source link