[ad_1]

Jakarta

Publik atau netizen sontak heboh mendebatkan pertanyaan ‘apakah Presiden boleh berkampanye atau tidak?’ setelah Presiden Joko Widodo menyatakan secara lugas Presiden itu boleh berkampanye, boleh berpihak (pada paslon dan partai tertentu).

Jokowi mengatakan hal tersebut merupakan hak demokratis dan hak politik setiap orang. Sebab Presiden itu, selain sebagai pejabat publik sekaligus adalah pejabat politik. Presiden kemudian menggarisbawahi bahwa yang tidak boleh adalah menggunakan fasilitas negara.

Sejumlah ahli hukum tata negara dan bahkan Capres Anis Baswedan ikut merespons pernyataan Presiden tersebut. Ada yang menyebutkan seharusnya Presiden itu tidak berpihak. Anies Baswedan menyatakan, bahwa sebelumnya (Presiden) menyatakan netral dan akan memfasilitasi dan mengayomi semua pihak. Oleh karena itu biarlah rakyat yang mencerna, menilai, menakar dan menimbang pandangan tersebut. Secara implisit, Anies mengatakan bahwa Presiden sudah tidak netral.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, Sudirman Said, salah satu anggota TPN Anies-Muhaimin (AMIN) bahkan menyatakan bahwa hal tersebut dapat merusak nilai-nilai kepemimpinan nasional. Kampanye memang diartikan sebagai kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan, yang untuk konteks kita saat ini adalah untuk memperoleh kekuasaan dengan jabatan Presiden dan Wakil Presiden serta sebagai anggota legislatif di tingkat nasional (DPR RI) di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, serta untuk jabatan sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Pada dasarnya, jika kita melihat dari sudut pandang Presiden sebagai pejabat negara yang dianggap melakukan kampanye, maka pada masa menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI dan Pemilihan Anggota Legislatif (DPR RI/DPD/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota) untuk periode 2024-2029 yang tinggal beberapa hari lagi, selain Presiden juga terdapat sejumlah pejabat negara lainnya yang juga sedang gencar-gencarnya melakukan kampanye, baik sebagai bagian dari tim kampanye maupun sebagai pelaksana kampanye itu sendiri seperti para Menteri yang saat ini masih menjabat, Gubernur, Bupati dan Walikota.

Apalagi faktanya bahwa Presiden/Wakil Presiden dan para Menteri, termasuk para kepala daerah, umumnya adalah kader, wakil atau mewakili partai politik tertentu dan atau pengusung salah satu calon presiden dan calon wakil presiden sehingga dengan sendirinya akan terlibat di dalam kampanye.

Untuk menyatakan boleh atau tidaknya, tentunya pijakan dasar yang dapat menjadi konsensus bersama adalah dengan melihat peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku mengatur mengenai boleh atau dilarangnya Presiden dan pejabat negara lainnya untuk melakukan kampanye. Hal ini penting agar masyarakat atau netizen mendapatkan informasi yang benar berdasarkan hukum yang berlaku.

Ketentuan yang mengatur mengenai kampanye khususnya yang berkaitan dengan Presiden dan juga Pejabat Negara lainnya, paling tidak diatur di dalam 9 (sembilan) Pasal yakni Pasal 281, 299, 300, 301, 302, 303, 304, 305 dan Pasal 306, dari UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Jo UU No 7 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 2017.

Selain undang-undang tersebut, ketentuan mengenai kampanye pejabat negara juga diatur di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) RI No. 15 Tahun 2023 Tentang Kampanye Pemilihan Umum jo Peraturan KPU No. 20 Tahun 2023 Tentang Perubahan atas Peraturan KPU
No 15 Tahun 2023, khususnya di dalam Pasal 62 dan Pasal 64.

Apabila disederhanakan maka inti dari bunyi pasal-pasal tersebut memuat dua hal, yakni ketentuan yang bersifat membolehkan dan ketentuan yang sifatnya larangan terkait dengan kampanye Presiden/Wakil Presiden serta para pejabat negara.

Ketentuan yang membolehkan menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye. Demikian pula halnya dengan pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye. Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota parpol dapat melaksanakan kampanye, apabila yang bersangkutan sebagai (a) calon Presiden atau calon Wakil presiden (b) anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU atau (c)pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.

Walaupun undang-undang membolehkan kampanye, namun terdapat batasan bahwa selama melaksanakan kampanye Presiden dan Wakil Presiden serta pejabat negara maupun pejabat daerah wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Demi pelaksanaan kampanye bagi Menteri dan Kepala Daerah dapat dilakukan melalui hak cuti ataupun berkampanye di hari libur.

Lantas, hal apa saja yang dilarang dilakukan oleh Presiden dan Wakil Presiden serta pejabat negara maupun pejabat daerah dalam berkampanye di masa kampanye?

Ketentuan yang mengatur larangan tersebut dapat dilihat di dalam pasal 304 UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Jo. UU No. 7 Tahun 2023 Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 2017, yang menyebutkan bahwa:

“Dalam melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara berupa (a) sarana mobilitas seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya (b) gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan (c) sarana perkantoran, sandi/telekomunikasi radio daerah dan milik pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan peralatan lainnya dan (d) fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.”

Walaupun ketentuan di atas mengatur soal sejumlah larangan, akan tetapi khususnya untuk Presiden dan Wakil Presiden yang melakukan kampanye, terdapat ketentuan khusus di dalam Pasal 305 UU Pemilu di atas yang berbunyi bahwa:

“Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan Presiden dan wakil presiden menyangkut pengamanan, kesehatan, dan protokoler dilakukan sesuai kondisi lapangan secara profesional dan proporsional. Dalam hal Presiden dan wakil presiden menjadi calon Presiden atau calon wakil presiden, fasilitas negara yang melekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan sebagai Presiden dan Wakil Presiden.”

Berdasarkan ketentuan yang tertuang di dalam Undang-Undang Pemilu yang berlaku dan menjadi dasar hukum pelaksanaan Pemilu negara kita saat ini sebagaimana diuraikan di atas maka kesimpulannya adalah bahwa Presiden dan Pejabat Negara termasuk Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota boleh melakukan kampanye di masa kampanye Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota Legislatif Tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota saat ini, namun tentunya dengan batasan dan larangan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

Dr Sulaiman N Sembiring. Doktor di bidang hukum tata negara dan praktisi hukum.

(rdp/rdp)

[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *