[ad_1]

TEMPO.CO, Jakarta – Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Budiman Sudjatmiko mengklaim pernah mendapat tawaran untuk mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md dengan iming-iming uang. Orang yang mengaku dari kubu Ganjar itu, kata Budiman, menawari duit miliaran rupiah. 

“Mas tak kasih miliaran kamu balik lagi ke Ganjar,” kata Budiman kepada Tempo menirukan orang itu, saat ditemui di Kawasan Palmerah, Kamis, 4 Januari 2024. 

Penolakan Budiman atas fulus itu sekaligus membantah tudingan bahwa dirinya mendukung Prabowo-Gibran dalam gelaran Pilpres 2024 karena terlilit utang.  “Kalau motifnya uang, saya tolak.”

Budiman Sudjatmiko pernah memantik perhatian karena dirinya mendukung calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto pada Agustus 2023. Beberapa hari kemudian, PDIP memecat pria 53 tahun itu. Partai banteng moncong putih itu menilai Budiman membelot karena tak mendukung Ganjar Pranowo yang diusung partai itu. 

Tak hanya itu, bekas Politikus Partai Demokrasi Indonesia atau PDIP itu mengklaim usai dirinya mendatangi kediaman Prabowo Subianto di Kertanegara pada 18 Juli 2023, Budiman juga ditawari tempat untuk dirinya maju sebagai calon legislatif atau caleg.  

“Dicarikan tempat dapil (daerah pemilihan) dan biaya kemenangan. Saya tidak tertarik nyaleg, saya tidak tertarik uang,” kata Budiman. 

Sebelumnya, dalam wawancara dengan Majalah Tempo untuk edisi 1-7 Januari 2024. Budiman meminta dirinya jangan dikait-kaitkan mendukung Prabowo-Gibran karena uang. “Jangan Anda menembak Budiman dengan masalah uang. Tindakan politik saya tidak pernah dimotivasi uang. Saya dua kali menjadi anggota DPR, apakah punya rumah pribadi? tidak. Mungkin lebih kaya Anda,” kata Budiman seperti dikutip Majalah Tempo. 

Sebelumnya, dalam laporan harta kekayaan Budiman ke KPK pada 2018 mencantumkan kekayaannya mencapai Rp 1,79 miliar. Di antaranya tanah dan bangunan seluas 187/250 meter persegi di Jakarta Timur. 

Sementara itu, Budiman menyebut alasan memilih Prabowo untuk dia dukung dalam pemilihan presiden atau Pilpres 2024 adalah ada agenda lain yang lebih mendesak untuk diselesaikan. Menurut Budiman Indonesia butuh agenda hilirasi dan agenda Indonesia menjadi negara industri.

“Hal itu nggak bisa ditawar-tawar. Kalau saya pragmatis bisa saja ke partai besar. Saya sudah banyak berdiskusi dengan Ibu Megawati Soekarnoputri dan dikasih panggung,” kata Budiman. 

Iklan

Selain itu, Budiman menyebut sikap politiknya itu bukan pragmatis, tapi ideologis dan strategis. Budiaman menyebut dirinya dan teman-teman seperjuangannya tidak berjuang untuk menjadikan Indonesia negara liberal. 

“Jadi setelah 25 tahun melewati demokrasi, agenda bangsa harus mengubah prioritas. agenda keadilan dan kemajuan harus ditempatkan di depan. Toh, tidak mengorbankan kebebasan. Kecuali kalau memang ada yang mau kembali ke otoritarianisme, itu kami tolak,” kata dia. 

Tanggapan TPN Ganjar-Mahfud 

Menanggapi itu, juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Patria Ginting, merasa heran soal pernyataan Budiman itu. Menurut dia, Pemilu harusnya membicarakan rakyat, bukan Budiman. 

“Jadi kalau kami lebih fokus bicara tentang kebutuhan rakyat yang akan diselesaikan oleh Pak Ganjar-Mahfud seperti menyediakan beasiswa kuliah untuk anak polisi dan anak tentara,” kata Patria saat diminta konfirmasi pada Jumat, 5 Januari 2024. 

Menurut Patria, sebaiknya Budiman menyebutkan siapa sosok yang mengaku menawarkan uang itu agar tidak menjadi fitnah dan gosip. Menurut dia, masa kampanye seperti sekarang sebaiknya diisi diskusi substansi daripada soal ego pribadi. 

“Indonesia perlu menjadi lebih baik seperti yang selalu diutarakan Pak Ganjar dan Pak Mahfud. Lebih baik membicarakan tentang rakyat daripada tentang diri sendiri,” kata Patria.

Pilihan Editor: Pengamat Nilai Politik yang Demokratis Sulit Diwujudkan di Pemilu 2024



[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *