[ad_1]

Jakarta (pilar.id) – Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Meutya Hafid, menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap netral dalam menghadapi Pemilihan Presiden 2024.

Pernyataan ini sebagai klarifikasi atas dugaan bahwa Presiden Jokowi tidak netral setelah menyertai acara bersama Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, dalam penerimaan pesawat Super Hercules C-130J-30 di Bandara Halim Perdanakusuma pada Rabu (24/1/2024).

Meutya menjelaskan bahwa saat ditanya oleh wartawan mengenai hak presiden untuk memilih, Jokowi hanya menjawab ‘kita lihat nanti’. Menurutnya, ini tidak menutup kemungkinan, tetapi hingga saat ini, Presiden Jokowi tetap netral.

“Artinya, beliau juga tidak menutup kemungkinan, tapi beliau sampai saat ini juga berarti dengan jawaban beliau adalah masih netral,” ungkap Meutya.

Politikus Partai Golkar ini menegaskan bahwa pernyataan Jokowi perlu dihargai, dan hingga saat ini, Presiden tidak menunjukkan dukungan kepada salah satu paslon peserta pemilu.

“Dengan sekian banyak persepsi dan tuduhan, beliau (Jokowi) tetap bertahan dalam kerangka tidak mendukung paslon, kemudian tidak menunjukkan keberpihakan,” tegas Meutya.

Sementara itu, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman, memberikan klarifikasi terhadap tudingan bahwa Presiden Jokowi tidak netral karena memberikan sinyal dukungan untuk paslon nomor urut 02. Menurutnya, secara hukum, Presiden Jokowi sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) memiliki hak individu untuk mendukung paslon manapun, termasuk Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.

Habiburokhman menjelaskan bahwa setiap WNI dijamin hak politiknya secara konstitusi, tidak terkecuali bagi Presiden RI. Hal ini sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan memiliki keyakinan politiknya.

“Poinnya selama tidak menyalahgunakan kekuasaan, Presiden boleh mengungkapkan dukungannya,” ujar dia.

Habiburokhman juga menekankan bahwa aturan yang ketat masih berlaku untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh presiden. Pasal 306 UU Nomor 7 tahun 2017 mengatur bahwa pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Selain itu, negara memiliki Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang memonitor langkah-langkah seputar pemilu, dan kinerja mereka dipantau oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Intinya kita tidak perlu khawatir apabila Presiden menggunakan haknya untuk mendukung salah satu paslon karena ada aturan berlapis yang jelas dan ada lembaga penegak hukum yang jelas untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan,” tegas dia. (hen/hdl)

[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *