[ad_1]

https://cdn-assetd.kompas.id/QGGORxz790bMJvdZsjgjY4cYscY=/1024x679/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F08%2F31%2F20200831TAM-01_1598878399_jpg.jpg

Siswa SMA Negeri 9 Kota Bandung, Jawa Barat, menggunakan tablet yang dipinjamkan sekolah, Senin (31/8/2020).

JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menyerukan penggunaan teknologi yang tepat dalam pendidikan. Setiap negara perlu menetapkan ketentuan penggunaannya. Meski menghasilkan berbagai kemudahan, teknologi pendidikan tidak untuk menggantikan interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran.

Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay menyebutkan, revolusi digital memiliki potensi yang tidak terukur. Namun, perhatian yang sama harus diberikan pada cara pemakaiannya dalam pendidikan.

”Penggunaannya harus untuk meningkatkan pengalaman belajar serta untuk kebaikan siswa dan guru, bukan merugikan mereka. Utamakan kebutuhan siswa dan dukungan guru. Koneksi online bukanlah pengganti interaksi manusia,” ujarnya dilansir dari laman resmi UNESCO, Senin (31/7/2023).

Yayuk, guru di SD Negeri Larangan 1, Kota Tangerang, Banten, memberikan tugas tematik bagi siswa didiknya dalam pembelajaran jarak jauh melalui grup percakapan, Rabu (24/1/2021).
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)

Yayuk, guru di SD Negeri Larangan 1, Kota Tangerang, Banten, memberikan tugas tematik bagi siswa didiknya dalam pembelajaran jarak jauh melalui grup percakapan, Rabu (24/1/2021).

Penggunaan teknologi dapat meningkatkan beberapa jenis pembelajaran dalam sejumlah konteks. Namun, laporan Global Education Monitoring (GEM) 2023 menyebutkan, manfaat pembelajaran akan hilang jika teknologi digunakan secara berlebihan atau tanpa adanya guru berkualitas.

Baca juga: Gunakan Teknologi Pendidikan Sesuai Kebutuhan Pembelajaran

Membagikan komputer kepada siswa, misalnya, tidak meningkatkan pembelajaran tanpa keterlibatan guru dalam pengalaman pedagogis. Pemakaian ponsel cerdas di sekolah juga lebih banyak mengganggu pembelajaran.

Direktur GEM Manos Antoninis menuturkan, semua pihak perlu belajar tentang kesalahan penggunaan teknologi pada masa lalu agar tidak mengulanginya di masa depan. ”Kita perlu mengajari anak-anak untuk hidup dengan dan tanpa teknologi. Mengambil apa yang mereka butuhkan dari banyaknya informasi, tetapi mengabaikan apa yang tidak perlu. Membiarkan teknologi mendukung, tetapi tidak pernah menggantikan interaksi manusia dalam pengajaran dan pembelajaran,” jelasnya.

Membagikan komputer kepada siswa, misalnya, tidak meningkatkan pembelajaran tanpa keterlibatan guru dalam pengalaman pedagogis. Pemakaian ponsel cerdas di sekolah juga lebih banyak mengganggu pembelajaran.

Ketimpangan pembelajaran di antara siswa melebar saat pembelajaran dilakukan secara eksklusif dari jarak jauh. Selain itu, mayoritas repositori daring pendidikan dibuat di Eropa dan Amerika Utara.

Peralihan pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 berdampak terhadap siswa di seluruh dunia. Hampir 500 juta anak, sebagian besar dari keluarga miskin, terkendala mengikuti pembelajaran jarak jauh karena keterbatasan peralatan dan fasilitas.

Kondisi ini menegaskan hak atas pendidikan semakin identik dengan hak atas konektivitas. Namun, masih banyak sekolah yang tidak memiliki listrik dan sulit mengakses internet.

Siswa-siswa kelas jauh SDN 4 Mulyasejati belajar di sekolah di Dusun Sukamulya, Desa Mulyasejati, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang, Jabar, Senin (17/7/2017). Sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah di daerah perbukitan dan hutan jati yang belum dialiri listrik.
KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA

Siswa-siswa kelas jauh SDN 4 Mulyasejati belajar di sekolah di Dusun Sukamulya, Desa Mulyasejati, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang, Jabar, Senin (17/7/2017). Sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah di daerah perbukitan dan hutan jati yang belum dialiri listrik.

Peralihan ke pembelajaran digital akan menjadi tantangan bagi negara berpenghasilan rendah. Sebab, penyediaan perangkat teknologi dan berbagai fasilitas membutuhkan dana besar.

Selain itu, laju perubahan yang cepat memberi tekanan pada sistem pendidikan untuk beradaptasi. Literasi digital dan pemikiran kritis semakin penting, terutama dengan pertumbuhan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

Guru pun membutuhkan pelatihan yang sesuai. Negara harus memiliki standar untuk mengembangkan keterampilan pendidik dalam teknologi informasi dan komunikasi.

Baca juga: UNESCO Menyerukan Transformasi Pendidikan di Asia Tenggara

Siswa kelas I, II, dan III Sekolah Dasar Negeri Jayamekar, Kampung Bantaka, Desa Muaracikadu, Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, belajar dalam satu ruangan, Senin (14/8/2017). Sekolah itu hanya mempunyai dua ruang belajar dan empat guru berstatus honor.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Siswa kelas I, II, dan III Sekolah Dasar Negeri Jayamekar, Kampung Bantaka, Desa Muaracikadu, Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, belajar dalam satu ruangan, Senin (14/8/2017). Sekolah itu hanya mempunyai dua ruang belajar dan empat guru berstatus honor.

Sebelumnya, peneliti Kelompok Riset Pemuda, Modal Manusia, dan Masa Depan Pekerjaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Norman Luther Aruan, mengatakan, teknologi merupakan alat, bukan tujuan dari pendidikan. Berdasarkan hasil beberapa studi, penggunaan teknologi sepenuhnya tanpa melibatkan manusia tidak berdampak positif terhadap peningkatan pembelajaran selama pandemi.

Konsep pembelajaran campuran dengan memadukan peran guru dan teknologi masih dianggap yang paling efektif. ”Jadi, dalam prospek ke depan, kita tidak bisa terlalu senang atau bersandar terlalu berat pada penggunaan teknologi yang begitu masif. Peran guru tetap penting,” katanya.

[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *