[ad_1]

tirto.id – Nama Darwis Triadi menjadi topik yang ramai dibicarakan di media sosial saat ini. Fotrografer asal Solo, Jawa Tengah ini mendapat banyak kritikan dari warganet setelah usai berkomentar terkait Aksi Kamisan.

Lantas, siapa sebetulnya Darwis Triadi dan kenapa disorot publik? Darwis Triadi bukan nama asing di industri fotorgrafi. Ia merupakan fotografer senior yang telah berkarier di dalam negeri selama empat dekade terakhir.

Baru-baru ini Darwis Triadi berkomentar soal Aksi Kamisan yang digelar pada Kamis (15/2/2024). Aksi Kamisan tersebut sudah berlangsung untuk yang ke-805 kalinya sejak digelar pada 2007 setiap hari Kamis oleh keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Mengutip Antara, aksi Kamisan ke-805 menyoroti adanya praktik kotor dalam kontestasi Pemilu 2024. Keluarga dan partisipan yang menghadiri Aksi Kamisan menunjukkan kartu kuning dan kartu merah sebagai bentuk protes atas tindakan pelanggaran yang melemahkan demokrasi.

Pemegang kartu merah dalam Aksi Kamisan tersebut adalah Maria Catarina Sumarsih. Ia adalah aktivis HAM sekaligus ibu dari Wawan, seorang mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas tertembak di Tragedi Semanggi I (1998).

Momen Aksi Kamisan tersebut diunggah oleh berbagai akun media sosial, termasuk salah satunya Instagram @Hariankompas, pada Jumat (16/2/2024). Unggahan tersebut menuai banyak komentar dari warganet, termasuk salah satunya Darwis Triadi.

Unggahan Darwis Triadi di Instagram Harian Kompas itulah yang membuat dirinya kini banyak menerima kritikan dari warganet.

Alasan Darwis Triadi Disorot di Media Sosial

Darwis Triadi disorot dan dikritik di media sosial akibat menyampaikan komentar terkait Aksi Kamisan. Pendapat kontroversial itu ia tulis di kolom komentar Instagram Harian Kompas pada Jumat (16/2/2024).

Darwis berkomentar dalam bahasa Jawa yang menyebut bahwa Sumarsih dan partisipan Aksi Kamisan tidak terima dengan hasil Pemilu 2024. Ia mengklaim bahwa para partisipan hanya membuat keributan.

Wes tooo, pemilu wae rampung Bu, tinggal tunggu KPU… quick count juga sudah ada… trimo karo lapang dodo, ora usah nggawe ribut malah.. ojo gelem dikongkon ngene.. pun kundur mawon,” kata Darwis.

Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, komentar tersebut berbunyi, “Sudahlah, pemilu saja sudah selesai Bu, tinggal tunggu KPU… penghitungan cepat juga sudah ada… terima dengan lapang dada, tidak usah malah membuat keributan.. jangan mau disuruh seperti ini.. sudah pulang saja.”

Berdasarkan pemantauan Tirto di media sosial pada Sabtu (17/2/2024), pukul 11.50 WIB, komentar Darwis di Instagram sudah dihapus. Sementara itu, kolom komentar di akun Instagram Darwis yaitu @Darwis_triadi juga sudah dibatasi.

Kendati demikian, jejak tangkapan layar komentar Darwis terlanjur beredar di berbagai platform media sosial. Hal inilah yang membuat Darwis menerima banyak kecaman dari warganet.

Sebagian pengguna media sosial menilai Darwis tak bisa berempati terhadap keluarga korban pelanggaran HAM.

Ada juga warganet yang menyayangkan kurangnya pengetahuan Darwis yang mengira bahwa Aksi Kamisan hanya dilakukan saat pemilu. Padahal, aksi ini sudah berjalan setiap pekan selama 17 tahun.

Profil Darwis Triadi yang Disorot Terkait Aksi Kamisan

Andreas Darwis Triadi alias Darwis Triadi merupakan fotografer profesional yang lahir di Solo, 15 Oktober 1954. Selain aktif menjadi fotografer, Darwis juga mendirikan sekolah fotografi bernama Darwis Triadi School of Photography.

Sekolah tersebut sudah berdiri sejak 2001 dan kini memiliki tiga cabang di Jakarta Selatan, Surabaya, dan Bandung.

Darwis Triadi awalnya merupakan siswa sekolah penerbangan LPPU Curug. Ia menempuh pendidikan penerbangan pada 1975 dan melanjutkan sekolah ke AERO Club Indonesia di tahun yang sama.

Alih-alih berkarier di bidang aviasi, Darwis justru memilih mendalami minatnya di bidang fotografi. Mengutip biodatanya di situs Darwis Triadi School of Photography, pria berusia 70 tahun itu mulai belajar bidang fotografi dan desain pada 1980.

Pameran fotografi pertamanya berlangsung pada 1981. Pameran tersebut diadakan di Eramsus Huis, sebuah Pusat Kebudayaan Belanda di Jakarta. Usai menggelar pameran tersebut, Darwis mulai mengerjakan berbagai proyek untuk perusahaan-perusahaan.

Sepanjang kariernya ia beberapa kali terlibat dalam pameran nasional dan internasional. Pada 1984, Darwis berpartisipasi dalam pameran Fuji Film bertajuk “Wajah Indonesia.”

Karyanya juga pernah terpilih untuk tampil di Hasselblad International Annual dan Show Photonika Kholn Jerman pada 1990. Pameran tunggal perdananya berlangsung pada 1986.

Keterampilan fotografi yang dikuasai Darwis beragam, mulai dari fotografi alam, still life, komersial, hingga mode. Ia bahkan pernah ikut serta dalam fotografi eksklusif untuk majalah Vogue edisi Juni 1991.

Foto-foto hasil jepretan Darwis dikemas dalam berbagai judul buku seperti Kembang Setaman, Secret Lighting, dan Terra Incognita. Ia juga sempat menerbitkan satu majalah fotografi berjudul Majalah Indonesian Photo.

Kemampuan fotografi Darwis diakui di industri dan memperoleh berbagai penghargaan. Pada 1982, Ia pernah menerima Gold Award dari Matsushita Jepang untuk karya kalender dalam bidang fotografi.

Ia juga sering menerima berbagai undangan untuk menghadiri workshop maupun seminar fotografi di dalam dan luar negeri. Saat ini Darwis masih aktif di dunia fotografi dan rutin menggelar pameran maupun seminar terkait fotografi.

[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *