[ad_1]

JEPARA, Joglo Jateng – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara tetap menjamin pelayanan kesehatan sekaligus perawatan bagi warga miskin. Hal itu merupakan bentuk perhatian pemerintah kepada kepada warga yang membutuhkan.

Hal tersebut disampaikan Penjabat (Pj) Bupati Jepara Edy Supriyanta kepada awak media seusai melakukan konferensi pers pembiayaan kesehatan bagi warga miskin Jepara di Antarakata Bukit Semarang Baru (BSB), Kota Semarang, Sabtu (27/01/24).

“Perlu kami luruskan bahwa Pemda masih memperhatikan masyarakat yang sakit, khususnya kelas 3 pada masyarakat miskin yang tengah dirawat,” ucap Edy Supriyanta.

Ia menjelaskan, di tahun 2023 bantuan pembiayaan kesehatan bagi warga miskin sempat mengalami ketidaktepatan sasaran. Dibuktikan dengan hasil evaluasi selama setahun kemarin, yakni terjadinya anggaran yang membengkak. Lantaran, banyak masyarakat yang ‘tidak benar miskin’ mendapatkan biaya kesehatan gratis.

Berangkat dari hal tersebut, orang nomor satu di Jepara itu menginginkan agar jajarannya baik Sekretaris Daerah (Sekda), Dinas Kesehatan, RSUD Jepara, dan Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsospermasdes) dapat selektif dalam menangani.

Sekda Jepara Edy Sujatmiko menginformasikan bahwa biaya yang ditanggung langsung oleh Pemkab Jepara, adalah masyarakat yang ‘benar miskin’ dan masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Sehingga pihaknya mendorong masyarakat agar lebih peduli terhadap pentingnya jaminan kesehatan, yakni BPJS. Supaya, masyarakat dalam mengurus jaminan kesehatan tidak sewaktu diperlukan saja.

“Pemda saat ini fokus melayani kepada warga yang ‘benar miskin’. Adapun, BPJS itu tidak bisa meng-cover saat masyarakat sedang sakit, sebab aktifnya 14 hari setelah registrasi. Oleh karena itu, sebelum sakit BPJS harus ditangani terlebih dahulu sehingga lebih aman,” tandas Edy Sujatmiko.

Ia menerangkan mekanisme pembuatan BPJS, bisa melalui pemerintah kecamatan dan kelurahan dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu. Harapannya, masyarakat dapat mudah mengaksesnya.

“Mekanismenya bisa lewat desa, entah lewat petinggi, kecamatan maupun kelurahan. Buatnya mudah kok. Masyarakat jangan menunggu sakit dulu, baru membuat,” jelas dia.

Sementara itu, terkait berita penolakan pasien di RSUD Jepara yang belakangan ini berseliweran, Direktur RSUD R.A. Kartini Jepara dr. Tri Iriantiwi membantah adanya penolakan pasien, berupa meninggal setelah koma dan tidak mendapat layanan.

Ia menjelaskan, ada dua pasien strok yang datang ke RSUD. Salah satu pasien mengalami strok berulang, keduanya sempat mendapat perawatan di rumah sakit. Pasien itu JKN-nya tidak aktif, lalu kita dorong diaktifkan dan bisa ter-cover.

“Pihak rumah sakit tidak pernah menolak pasien, pasien tersebut meninggal setelah dirawat. Pasien itu sudah masuk dirawat inap unit strok,” pungkas Tri Iriantiwi. (cr4/gih/adv)

[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *