[ad_1]

JAKARTA, KOMPAS.com – Wacana menggulirkan hak angket atau hak interpelasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) buat menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dianggap menjadi pilihan pihak yang tidak puas karena jika bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) maka kemungkinan besar bakal kalah.

“Adanya upaya untuk menggulirkan hak angket dan interpelasi, menurut hemat saya, adalah karena ada anggapan bahwa perlawanan melalui jalur hukum di MK tidak akan membuahkan kemenangan,” kata pengamat politik Jannus TH Siahaan saat dihubungi pada Selasa (20/2/2024).

Wacana hak angket disampaikan oleh calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Gagasan itu kemudian disambut oleh capres nomor urut 1 Anies Baswedan.

Menurut Jannus, wacana itu dilontarkan karena kedua belah pihak berkaca dari Pilpres 2014 dan 2019, di mana Prabowo Subianto yang ketika itu 2 kali berhadapan dengan Joko Widodo mengajukan gugatan sengketa Pilpres ke MK dan berujung kalah.

Baca juga: Formappi: Hak Angket untuk Ubah Hasil Pemilu Itu Mimpi

“Karena jika memakai jalur MK, ujungnya yang akan diperhitungkan adalah hasil perolehan suara akhir sehingga akan sangat kecil kemungkinan untuk memenangi gugatan,” ucap Jannus.

Menurut Jannus, pihak penggugat sengketa Pilpres melalui MK mesti membuktikan aksi kecurangan dari ratusan ribu tempat pemungutan suara (TPS) atau dalam penghitungan bertingkat buat membatalkan kemenangan kandidat tertentu.

Tentu saja proses mengumpulkan bukti dan mengujinya di depan persidangan di MK membutuhkan upaya yang sangat besar dan terperinci.

Alhasil, kata Jannus, ketimbang menelan kekalahan di MK, salah satu jalan yang ditempuh adalah menyelidiki dugaan kecurangan itu melalui proses politik di DPR dengan hak angket maupun interpelasi.

Baca juga: Dukung Hak Angket Kecurangan Pilpres, Djarot PDI-P: Ini Pemilu Terburuk

Jika permohonan hak angket disetujui oleh DPR melalui sidang paripurna, upaya buat menyelidiki dugaan kecurangan itu tidak terlampau besar seperti jika mengajukan sengketa melalui MK.

Akan tetapi, faksi yang menginginkan supaya wacana hak angket disetujui mesti mencari dukungan politik sebesar-besarnya di DPR.

“Jika berhasil menggiring kekuatan untuk dimulainya hak angket atau interpelasi maka akan ada peluang untuk adu kekuatan politik, bukan adu fakta hukum sebagaimana di MK,” papar Jannus.

Jannus juga menilai soal peluang dampak politik dari hak angket itu meluas jika saat penyelidikan DPR menemukan berbagai fakta dugaan kecurangan. Bahkan, kata dia, salah satu dampak lainnya bisa menyentuh pada wacana pemakzulan presiden.

Baca juga: Soal Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu, PKS: Kami Kaji Dulu

“Meskipun juga kecil peluangnya untuk mengarah ke impeachment, tapi peluangnya tetap ada, karena pertimbangannya adalah kemampuan masing-masing pihak dalam melobi sebanyak-banyaknya anggota DPR lainnya,” ucap Jannus.


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *