[ad_1]

Kabid P2P Dinkes Aceh, dr. Iman Murahman, Sp.KKLP, MKM

Kabid P2P Dinkes Aceh, dr. Iman Murahman, Sp.KKLP, MKM

(BANDA ACEH) — Difteri, penyakit menular yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae masih menjadi momok menakutkan di masyarakat. Penyakit yang bisa menyerang orang-orang dari segala usia ini tersebar melalui batuk, bersin, atau luka terbuka. Bahkan, infeksi serius dengan komplikasi dapat mengancam jiwa, terutama anak-anak.

Di Provinsi Aceh, kasus difteri meningkat secara signifikan. Tercatat pada tahun 2021 terdapat 17 kasus dan tahun 2022 naik menjadi 30 kasus, kini hingga November 2023 sudah terjadi 33 kasus difteri di Aceh. Sayangnya, rata-rata sekitar 10 persen dari jumlah pasien yang dirawat tersebut tak bisa diselamatkan.

Demikian diungkapkan Kabid Peregahan dan Pengendalian Panyakit (P2P) Dinkes Aceh, dr Iman Murahman MKM saat diwawancarai pada Rabu (13/12/2023). Menurut Iman, kasus difteri yang didominasi anak-anak ini kini semakin meningkat dan merata di kabupaten /kota.

Rata-rata, anak yang terserang difteri dari usia 1-4 tahun, 5-9 tahun, dan 10-14 tahun. Penyakit ini memiliki gejala awal meliputi demam atau tanpa demam, infeksi di tenggorokan, ada kemerahan di faring, leher membengkak, hingga terdapat selaput putih keabuan yang bisa menutup setengah rongga tenggorokan.

Disebutkan, sejumlah upaya sudah dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh untuk mencegah penyakit difteri yang berbahaya ini, di antaranya dengan melakukan imunisasi ke sekolah-sekolah, namun masih ada sebagian masyarakat kita yang menolak untuk diimunisasi.

“Setiap tahun ada kasus difteri yang meninggal di Aceh, dan kenaikan kasusnya signifikan. Sekitar 10 persen dari jumlah kasus difteri di Aceh itu meninggal. Imunisasi adalah upaya pencegahan yang bisa dilakukan,” ujar dr Iman Murahman MKM.

Iman melanjutkan, terkadang penolakan terhadap imunisasi ini tak beralasan. Ada orang tua yang masih mempertanyakan kehalalan vaksin, namun sebasian besar menolak imunisasi karena takut efek sampingnya.

“Seperti demam setelah disuntik, dan bengkak di tempat suntikan. Padahal ini reaksi yang lumrah terjadi akibat dari proses imunisasi. Ini tidak membahayakan dan tidak perlu dirisaukan, seharusnya,” jelasnya.

Ditambahkan, Dinkes Aceh selama ini telah melakukan deteksi dini. Terhadap yang terjangkit difteri, dengan diberikan anti difteri serum (ADS), antibiotik, konsul ke Dokter Spesialis Anak, THT, dan Jantung.

“Pasien tersebut biasanya dirawat di ruang terpisah di rumah sakit, agar tidak menular ke yang lainnya,” kata dr. Iman.

Sementara terhadap orang yang memiliki kontak erat dengan pasien harus diperiksa dengan mengambil swab tenggorokan lalu dikirim ke laboratorium di Jakarta.

Orang terdekat dengan pasien juga harus diberikan antibiotik dan mendapat imunisasi dengan 3 dosis.

“Inilah yang menjadi tantangan, karena program imunisasi itu sering ditolak oleh masyarakat,” sambung Iman.

Iman Murahman menjelaskan, fase paling berbahaya bagi pasien difteri ialah saat timbul selaput putih keabuan yang menutup saluran napas.

Dokter bisa menciptakan saluran napas buatan di leher pasien yang menembus trakea, namun ada komplikasi serius yang bisa timbul.

“Kalau pun pasien bisa bertahan, di fase ini, bisa komplikasi dengan ‘ infeksi pembungkus jantung, gagal fungsi ginjal, dan kejang otot. Jadi ini sangat melelahkan,” timpalnya.

Capaian imunisasi terendah sedunia

Pada bagian lain, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Panyakit Dinkes Aceh, dr Iman Murahman MKM mengungkap fakta mencengangkan terkait imunisasi di Aceh. Menurutnya, saat ini capaian imunisasi di Aceh terendah sedunia.

“Tidak ada negara yang tidak melaksanakan imunisasi. Namun di Aceh, capaian imunisasi kita terendah – di Indonesia bahkan – dunia,” akunya.

Tanpa imunisasi, sambungnya, anak-anak akan rentan terjangkit penyakit menular yang mematikan seperti difteri.

“Sebenarnya kita tinggal imunisasi aja, selesai masalahnya. Jangan sampai anak kita harus melalui masa yang kritis ini,” ujarnya.

Iman Murahman berpesan, kepada para orang tua yang menemukan gejala seperti difteri pada anaknya, agar segera membawa si buah hatinya ke dokter, dengan memakai masker.

👁 445 kali

[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *