[ad_1]
Makassar –
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) mengungkap solusi mengatasi gelombang pengungsi Rohingya ke Indonesia. JK menekankan pengungsi yang terus berdatangan harus ditertibkan.
JK mulanya mengatakan jika problem pengungsi ini harus ditangani dari hulunya. Para pengungsi terus berdatangan ke Indonesia karena memanasnya konflik di Myanmar.
“Tentu solusi yang paling penting hentikan konflik, karena orang mengungsi karena konflik,” ungkap JK kepada wartawan usai memberikan ceramah umum di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (20/12/2023).
JK melanjutkan, konflik tersebut tidak mudah untuk diselesaikan. Dia lantas menyinggung peran Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
“Jadi mereka (pengungsi Rohingya) harus dicarikan tempat yang mereka bisa kerja. Dan itu tanggung jawab PBB sebenarnya,” tegasnya.
Dia menegaskan persoalan ini seharusnya menjadi masalah internasional. Namun jumlah pengungsi di Indonesia dinilai belum seberapa.
“Indonesia belum seberapa, di Eropa jutaan pengungsi, Malaysia menerima 150.000 pengungsi Rohingya,” tutur JK.
JK berharap pemerintah Indonesia tetap menerima kedatangan pengungsi Rohingya. Meski di satu sisi adapula penolakan dari warga karena perilaku pengungsi.
“Masa’ kita baru 1.500 sudah marah-marah. Jadi mereka (pengungsi) yah tanggung jawab internasional,” imbuhnya.
JK lantas menyinggung pengungsi dari Vietnam yang pernah ditampung di era Presiden RI Periode 1966-1998 Soeharto. Kala itu, mereka diberi tempat di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau.
“Waktu di zaman Soeharto 250.000 pengungsi Vietnam ditampung di Pulau Galang. Dan Pak Harto dipuji di dunia itu karena Indonesia,” bebernya.
JK menyarankan agar pengungsi Rohingya tetap diawasi. Mereka tidak bisa serta merta diusir karena Indonesia punya tanggung jawab moral yang memegang teguh Pancasila sebagai jati diri bangsa.
“Kita selalu bilang Pancasilais. Sila keduanya kemanusiaan yang adil dan beradab,” singgung JK.
Situasi ini diakui JK membuat Indonesia dalam posisi dilematis. Namun jika pengungsi dihalau atau diusir secara paksa rawan dicap sebagai bangsa yang tidak beradab.
“Kalau kita mengusir orang susah berarti kita tidak manusia yang bermartabat. Tetapi harus diatur dan mereka juga harus didisiplinkan,” imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
(sar/ata)
[ad_2]
Source link