[ad_1]
Ilustrasi AI (Artificial Intelligence).
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong mendorong perusahaan yang mengadopsi teknologi kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI) menerapkan pedoman etika.
“Pedoman etika ini menjadi semacam regulasi sukarela. Sambil, Pemerintah akan mendukung dari sisi perundang-undangan,” ujarnya dalam Diskusi Panel Road to World Public Relation Forum 2024: AI dan Masa Depan Komunikasi Publik” di Jakarta Selatan.
Dirjen Usman Kansong mengharapkan kehadiran pedoman etika menjadi acuan untuk mengurangi risiko pemanfaatan teknologi AI untuk sektor komunikasi publik.
“Ada risiko dan kerentanan masalah dalam pemanfaatan teknologi AI seperti polarisasi, disinformasi, pelanggaran copyright (hak cipta) dan lainnya,” tuturnya.
Oleh karena itu, Dirjen IKP Kementerian Kominfo menekankan peran dan kontrol manusia untuk meminimalkan risiko pemanfaatan teknologi AI.
“Kapasitas dan kapabilitas sumberdaya manusia bidang humas harus ditingkatkan. Manusia harus menjadi agency, menjadi entitas yang berperan membuat keputusan, menentukan arah narasi (dan konteks) suatu informasi. Untuk itu, kita (SDM kehumasan) harus upgrade diri juga,” tandasnya.
Adaptif dan Etis
Staf Khusus III Menteri Badan Usaha Milik Negara Arya Mahendra Sinulingga menyatakan integrasi praktik kehumasan dengan teknologi AI tak terelakkan. Menurutnya, praktisi humas harus adaptif terhadap kehadiran teknologi ini.
“Kecerdasan buatan berperan penting dalam mengelola dan memanfaatkan informasi secara cepat dan efektif,” ujarnya.
Arya Sinulingga mengingatkan tidak semua peran manusia bisa tergantikan oleh kecerdasan aritifisial. Salah satunya berkaitan dengan penyusunan narasi komunikasi publik.
“Dibutuhkan kebijaksanaan, seperti apa narasi atau konteks dari sebuah informasi yang sebetulnya ingin disampaikan ke publik. Atau, dalam pemilihan key word,” tuturnya.
Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) Dorien Kartikawangi menjelaskan integrasi praktik kehumasan dengan kecerdasan artifisial sebetulnya terjadi sejak 2016. Tidak hanya untuk menganalisis data serta mengidentifikasi tren, tetapi juga untuk menelusuri dan mengukur dampak suatu program public relation.
“Salah satu bentuk pemanfaatan AI adalah untuk membuat siaran pers. Apakah praktik ini salah? Tidak salah. Tapi perlu diingat, tetaplah utamakan keaslian, orisinalitas. Seberapa asli pesan yang Anda sampaikan itu,” jelasnya.
Dorien Kartikawangi menekankan arti penting keselarasan dengan regulasi, serta penerapan etika dalam praktik kehumasan yang berkelanjutan.
“Dan kalau berbicara implementasi etika di bidang kehumasan, akan sangat terkait dengan nilai moral yang menyertai manusia dalam berperilaku,” tandasnya.
Road to WPR merupakan rangkaian acara World Public Relations Forum (WPRF) yang akan diselenggarakan di Merusaka, Nusa Dua, Bali pada tanggal 19 s.d. 22 November 2024. Forum itu akan menjadi platform yang dinamis untuk pertukaran ide, strategi, dan praktik terbaik di antara para profesional, akademisi, dan pemimpin industri.
Kolaborasi Global Alliance for Public Relations and Communication Management dengan Perhumas dan Katadata menghadirkan pemikir terbaik di bidang humas dan manajemen komunikasi dari seluruh dunia.
Dengan tema “Purposeful Influence for the Common Good” WPRF 2024 bertujuan untuk menjawab tantangan dan peluang yang ada di industri PR, mendorong dialog tentang inovasi, praktik yang beretika, dan peran PR dalam masyarakat dan organisasi.
Baca Juga: Gandeng NVIDIA, Jepang Kembangkan Superkomputer Cloud Quantum AI
Baca Juga: Kominfo Dorong Pelaku Komunikasi Publik Adopsi Teknologi AI
[ad_2]
Source link