[ad_1]

SURABAYA, KOMPAS.com – Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Timur melakukan investigasi atas kasus kematian santri Ponpes Al Hanifiyyah Kediri yang diduga akibat penganiayaan oleh santri lainnya.

Hasil investigasi menyebut, pesantren di Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri itu belum memiliki izin operasional.

“Pesantren dimaksud tidak memiliki izin operasional,” kata Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim, Mohammad As’adul Anam dikonfirmasi Rabu (28/2/2024).

Baca juga: Jenazah Santri yang Tewas di Kediri Sempat Diinapkan di Asrama Pondok

Meski pesantren tidak memiliki izin operasional, Kemenag tidak bisa melakukan penutupan terhadap aktivitas pesantren.

“Ini sesuai keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur bahwa belajar ilmu agama merupakan wajib,” ujarnya.

Baca juga: Keluarga Tak Menyangka Sepupu Korban Ikut Aniaya Santri hingga Tewas di Kediri

Izin operasional yang bersifat administrasi, menurut dia, tidak lantas melarang aktivitas menuntut ilmu yang merupakan kewajiban utama.

Pihaknya mengaku prihatin atas kejadian tersebut dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada polisi.

“Kami tidak bisa memberikan sanksi karena itu kami hormati proses hukum di kepolisian,” jelasnya.

Kanwil Kemenag Jatim sendiri menggandeng berbagai pihak terus melakukan sosialisasi program pesantren ramah santri dan ramah anak di ratusan pesantren di Jatim.

“Program ini didesain untuk mengurangi potensi peristiwa seperti yang terjadi di Kediri,” ucapnya.

Penyebab kematian seorang santri berinisial BBM (14), asal Banyuwangi, Jawa Timur, yang meninggal di Pesantren Al Hanifiyah, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Jumat (23/2/2024), akhirnya terungkap.

Dari penyelidikan polisi, kematian korban dikarenakan aksi pengeroyokan yang dilakukan oleh rekan-rekan sesama santri.

Kepala Kepolisian Resor (Polres) Kediri Kota Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bramastyo Priaji mengungkapkan, peristiwa penganiayaan itu terjadi di lingkungan pesantren dan dilakukan oleh empat orang santri.

Keempatnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Keempat tersangka itu adalah MN (18) seorang pelajar kelas 11 asal Sidoarjo, MA (18) pelajar kelas 12 asal Nganjuk, AF (16) asal Denpasar, serta AK (17) asal Kota Surabaya.

Keempat tersangka dikenakan Pasal 80 Ayat 3 tentang perlindungan anak, Pasal 170 dan Pasal 351 tentang penganiayaan berulang yang menyebabkan luka berat atau mati dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *