[ad_1]
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pertemuan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Sultan Hamengku Buwono X dinilai sebagai upaya untuk mengonsolidasikan kekuatan politik dari para tokoh Reformasi 98. Langkah tersebut berpeluang menemukan momentum di tengah potensi Pemilihan Presiden 2024 berlangsung dalam dua putaran.
Meski belum ada kepastian jadwal, Sultan Hamengku Buwono X menyatakan bersedia bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri. Ia sempat menyebut momentum pascapencoblosan, Rabu (14/2/2024), sebagai alternatif waktu pertemuan. Kendati demikian, Sultan mengaku akan bersikap pasif.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Setelah tanggal 14 (Februari), kan, ndak ada masalah. Silakan saja,” kata Sultan HB X setelah menerima rombongan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (13/2), di Keraton Kilen, Yogyakarta.
Baca juga: Sultan HB X Bersedia Bertemu Megawati Setelah Pemungutan Suara
Saat dihubungi dari Jakarta, Selasa sore, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto tidak menjawab mengenai jadwal pertemuan meski sudah ada kesediaan dari Sultan HB X. Ia mengatakan, masih harus memeriksa kembali jadwal pertemuan tersebut. ”Saya cek dulu,” ujarnya.
”Setelah tanggal 14 (Februari), kan, ndak ada masalah. Silakan saja.”
Sebelumnya, Hasto menyampaikan bahwa PDI-P merancang pertemuan antara Megawati dan Sultan HB X. PDI-P bermaksud mempertemukan kedua tokoh Reformasi 98 yang sama-sama menandatangani Deklarasi Ciganjur itu untuk menegakkan tonggak sejarah reformasi dalam menghadapi sisi gelap kekuasaan yang muncul belakangan ini. Pertemuan juga direncanakan membicarakan kecenderungan politik yang menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kekuasaan, di luar pranata kehidupan politik yang seharusnya mengedepankan sikap kenegarawanan (Kompas, 13/2/2024).
Sementara pertemuan dengan Megawati masih direncanakan, Sultan HB X sebelumnya juga mengaku diminta Presiden Joko Widodo untuk menjembatani pertemuan antara Presiden dan Megawati. Permintaan itu disampaikan Presiden Jokowi saat bertemu Sultan pada Minggu (28/1/2024) di Kraton Kilen, Yogyakarta (Kompas.id, 28/1/2024). Hal itu sama dengan rencana pertemuan dirinya dengan Megawati, Sultan HB X pun mengatakan, dirinya berada dalam posisi yang pasif.
Presiden siap bertemu Megawati
Terkait dengan hal tersebut, Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Diwapayana mengatakan, Presiden siap bertemu dengan Megawati. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada jadwal pertemuan keduanya. ”Presiden selalu terbuka untuk bertemu, bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh bangsa, apalagi untuk kebaikan dan kemajuan bangsa,” kata Dwipayana.
Rencana pertemuan antara Megawati dan Sultan HB X sebagai sesama penanda tangan Deklarasi Ciganjur memperlihatkan upaya untuk mengonsolidasikan kekuatan politik dari para tokoh Reformasi 98.
Pengajar Departemen Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Airlangga Pribadi Kusman, mengatakan, rencana pertemuan antara Megawati dan Sultan HB X sebagai sesama penanda tangan Deklarasi Ciganjur memperlihatkan upaya untuk mengonsolidasikan kekuatan politik dari para tokoh Reformasi 98. Konsolidasi dimaksud cenderung berangkat dari menguatnya kesadaran banyak pihak akan adanya praktik kekuasaan yang menggerus demokrasi.
Menurut Airlangga, hal itu salah satunya terlihat dari indikasi kuat untuk membangun politik dinasti yang bertentangan dengan semangat reformasi. Begitu juga semakin jelasnya intervensi kekuasaan pada proses politik elektoral jelang Pilpres 2024.
”Pertemuan antara Megawati dan Sultan HB X sebagai tokoh yang mendorong reformasi itu menjadi relevan untuk mengonsolidasikan kekuatan politik karena peluang pilpres dua putaran, kan, cukup besar,” kata Airlangga.
Ia melanjutkan, konsolidasi itu tidak terlepas kecenderungan untuk menggabungkan kekuatan pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar untuk menghadapi pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada putaran kedua pilpres. Pasangan Prabowo-Gibran yang kerap diasosiasikan dengan dukungan Presiden Joko Widodo dinilai berpeluang paling besar untuk lolos ke putaran kedua. Untuk itu, dibutuhkan gabungan kekuatan dua kubu pasangan calon lainnya untuk menghadapi Prabowo-Gibran.
Menurut Airlangga, langkah politik itu memicu kepanikan dari kubu Prabowo-Gibran. Permintaan Jokowi kepada Sultan HB X untuk menjembatani pertemuan dengan Megawati pun dilihat sebagai upaya untuk merangkul para tokoh reformasi agar kekuatan yang tengah dikonsolidasikan terbendung.
”Presiden Jokowi jangan ge er dulu dengan pernyataan Sultan HB X karena sebagai tokoh Reformasi 98 bisa saja Sultan memiliki agenda sendiri yang terkait dengan penegakan agenda reformasi,” tuturnya.
Tidak khawatir
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Habiburokhman, menuturkan, TKN tidak khawatir pertemuan Sultan HB X dengan Megawati akan membawa dampak buruk baik secara elektoral ataupun legitimasi pencalonan Prabowo-Gibran. Sebab, kubu Prabowo-Gibran disebut memiliki kecenderungan pemikiran yang sama dengan kedua tokoh tersebut.
”Kami tidak ada khawatir, malah bagus kalau ada tokoh-tokoh bangsa bertemu, memperkuat silaturahmi. Dua tokoh itu sangat disegani bangsa. Mereka dan kami sama-sama ingin menuntaskan program reformasi yang menjadi tekad semua pihak,” katanya di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta.
Meskipun demikian, ia turut menyinggung pemerintahan Megawati saat reformasi yang cenderung berbau neo Orde Baru. Pasalnya, dua aktivis kemanusiaan meninggal, yakni Theys Eluay dan Munir Said Thalib, serta tiga kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat terjadi saat pemerintahan Megawati.
”Rekonsiliasi terus didorong. Pak Prabowo dan Pak Jokowi bertemu dengan berbagai tokoh bangsa. Insya Allah setelah tanggal 14 Februari karena suasana sudah sangat mencair.”
Karena itu, kritik-kritik yang dilancarkan publik terhadap penguasa bakal selalu ada, termasuk era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Bagi publik, penguasa harus sempurna dan menjadi ”samsak” kritik masyarakat. Penguasa pula harus mendorong rekonsiliasi lewat pertemuan tokoh-tokoh bangsa.
”Rekonsiliasi terus didorong. Pak Prabowo dan Pak Jokowi bertemu dengan berbagai tokoh bangsa. Insya Allah setelah tanggal 14 Februari karena suasana sudah sangat mencair,” ucap Habiburokhman.
Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad H Wibowo, mengatakan, TKN tidak perlu khawatir dengan pertemuan Sultan HB X dan Megawati karena pemilih Prabowo-Gibran sudah solid. Bahkan, cenderung mendapatkan limpahan pemilih dari pendukung pasangan calon lainnya. Sama seperti Habiburokhman, pertemuan dua tokoh bangsa dianggap sebagai upaya silaturahmi dan memperkokoh persatuan bangsa.
Baca juga: Istana: Jokowi Siap Bertemu Megawati, Tinggal Tunggu Jadwal
”Rajutan kebangsaan yang menjadi modal bagi Indonesia melewati berbagai periode sulit. Jadi, saya tidak akan membacanya dari sisi politik (elektoral),” katanya.
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief menilai, pertemuan-pertemuan untuk memengaruhi pemilu sudah tidak relevan lagi karena pemilih sudah bulat pilihannya.
”Saya kira tidak perlu khawatirlah, masyarakat sudah mantap pilihannya. Tinggal sedikit yang belum menentukan pilihan. Itu pun mereka menimbang lewat kegiatan-kegiatan sebelumnya,” ujarnya.
[ad_2]
Source link