[ad_1]

Jakarta

Industri otomotif Indonesia memang masih kalah jika dibandingkan dengan Thailand. Tapi detikers tahu gak, rupanya industri otomotif Thailand dibandingkan dengan Indonesia itu tidak jauh berbeda, bahkan sangat memungkinkan jika industri otomotif Indonesia mengalahkan Thailand.

Namun untuk bisa mencapai hal tersebut, diperlukan langkah pasti dari pemerintah, salah satunya dengan memberikan kebijakan yang menguntungkan untuk semua baik dari segi pelaku usaha dan masyarakat tentunya.

“…Problemnya, bagaimana nih ke depannya, bagaimana pasar (industri otomotif) bisa tumbuh, dan bisa menggerakkan ekonomi Kita. Jadi sebenarnya kan kalau dibandingkan Thailand, Thailand itu produksi kendaraannya mencapai 1,8 juta. Ya 1 jutanya untuk pasar ekspor, dan 800 ribu nya untuk pasar domestik,” ucap Vice President Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam.

“Sedangkan Indonesia itu, 1 jutaan unit, tahun lalu ya ekspornya sekitar 300 ribuan, 1,4 jutaan unit (total produksi kendaraan Indonesia) dengan 1,8 jutaan unit (produksi kendaraan di Thailand), itu dekat ya. Penjualan domestiknya kita udah leading (Indonesia memimpin dibandingkan Thailand), tinggal produksinya nih. Jadi tinggal beda 400 ribuan, tapi kalau kita lihat pajaknya kan di kita (di Indonesia) 2 kali lebih dari Thailand,” Bob menambahkan.

Sehingga menurut Bob relaksasi pajak sangat dibutuhkan di Indonesia, agar bisa merangsang masyarakat untuk bisa memiliki kendaraan.

“Jadi sejauh ini sih, mesti ada relaksasi dari pemerintah supaya industri otomotif kita ini bisa leading. Bisa mimpin pasar, sekaligus juga bisa memperoleh investasi ke depannya,” menurut Bob.

“Kalau kita pasar produksinya nomor dua terus, ya mungkin investor akan larinya bukan ke Indonesia (akan lari ke Thailand). Jadi penting sekali bagi kita untuk take over leadership dalam produksi, tidak hanya domestic market (menjadi leading di domestik pasar),” Bob menambahkan.

Ekspor Toyota Fortuner TMMIN Foto: dok. TMMIN

Pernyataan Bob tersebut bukan tanpa alasan, karena menurut Bob saat ini kepemilikan kendaraan di Indonesia masih sangat minim. Sebab, jika dibandingkan harga mobil di Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan Thailand.

“Ya salah satu yang kita lihat memang itu (memberikan insentif untuk masyarakat), tapi kita juga harus lihat faktor-faktor yang lain. Apa sih yang menyebabkan pasar kita stagnan, padahal kan di kita pemilikan kendaraan itu masih rendah,” ucap Bob.

“Salah satu yang kita pelajari sejak COVID, itu kan begitu pemerintah kasih relaksasi demand langsung naik (penjualan kendaraan naik), konsumen kita memang termasuk sensitif terhadap harga. Depresiasi, Rupiah, duit, kemampuan membeli, itu faktor-faktor yang membuat industri otomotif Indonesia stagnan,” Bob menambahkan.

Bob kembali menjelaskan relaksasi pajak yang diberikan pemerintah saat COVID atau pandemi tidak membuat pendapatan negara turun.

“Ya, saya rasa ya itu salah satunya. Harus ada relaksasi. Kan banyak yang bilang, kalau kita kasih relaksasi terus negara terima apa? Tapi pengalaman kita, waktu after COVID itu, walaupun dikasih relaksasi, volumenya naik, square meter incomenya pemerintah ga turun,” kata Bob.

“Jadi itu yang kita minta dievaluasi, jadi ga usah takut apa incomenya (pemerintah) turun gitu lho. Justru dengan relaksasi itu, ekonomi bisa tumbuh income pemerintah tetap terjaga karena volumenya (volume penjualan tinggi). Pajak kan ada dari pajak barang mewah, ada pajak biaya balik nama, itu yang menurut saya. Kita bisa lihat negara tetangga kita, Ya at least sama lah sama negara tetangga gitu, apakah Thailand ada pajak biaya balik nama? Jadi, konsumen kita memang lebih berat beli mobil,” tutup Bob.

Simak Video “Tes Lengkap Toyota Yaris Cross S Gasoline: Asyik Buat Keluar Kota!

(lth/rgr)

[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *