[ad_1]

Jakarta

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak seluruh negara untuk mengatur penggunaan vape dengan varian rasa layaknya rokok tembakau konvensional. Disorotinya hingga kini, tidak ada bukti ilmiah yang membuktikan bahwa efek vape bisa diandalkan untuk perokok aktif berhenti mengkonsumsi rokok konvensional.

Sebagaimana disinggung Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, anak-anak bak ‘dijebak’ sejak usia dini untuk menggunakan vape bervarian rasa yang kerap diklaim lebih ‘aman’ dibandingkan rokok konvensional. Di wilayah dengan pemasaran yang agresif, vape lebih banyak digunakan remaja berusia 13-15 tahun dibandingkan orang dewasa.

Menanggapi desakan tersebut, dokter spesialis paru dr Erlina Burhan, SpP(K) menyebut Indonesia memang harus segera memiliki kebijakan terkait penggunaan vape dan rokok elektrik. Sebab, berlainan dengan anggapan banyak orang, vape tidak lebih aman dibandingkan rokok tembakau. Bahkan, sama-sama bisa memicu beragam masalah kesehatan.

“Perokok vape dan orang sekitarnya terekspos berbagai zat kimia, termasuk yang bersifat penyebab kanker. Contoh zat penyebab kanker formaldehid dan hidrokarbon. Zat kimia lainnya dapat mengiritasi dan mengakibatkan radang paru dan saluran sekitarnya (bronkitis),” terang dr Erlina melalui paparannya kepada detikcom.

Lebih lanjut ia juga memaparkan, terdapat risiko luka bakar akibat baterai lithium di alat rokok elektrik. Karena itulah ditegaskannya, vape tidak lebih aman daripada rokok konvensional.

“Rokok elektrik terbukti toksik terhadap saluran napas dan paru, serta menimbulkan masalah kesehatan respirasi,” papar dr Erlina.

“Rokok elektrik tidak dapat dikatakan aman, disarankan tidak digunakan sampai terbukti aman. Rokok elektrik tidak direkomendasikan untuk modalitas berhenti merokok,” pungkasnya.

Simak Video “WHO Desak Larangan Penggunaan Rokok Elektrik

(vyp/naf)

[ad_2]

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *