[ad_1]
Kamis, 28 Desember 2023 | 06:03 WIB
Prisma Ardianto / WDP
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu dalam acara media briefing secara daring, 8 Agustus 2022. (Beritasatu Photo/Herman)
Jakarta, Beritasatu.com – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berpotensi mengalami defisit dalam periode jangka menengah.
Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2024, BKF menyampaikan bahwa beberapa strategi perbaikan dan penguatan diperlukan untuk mengatasi potensi defisit tersebut.
BKF menyoroti risiko utama dalam jaminan sosial, terutama terkait Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Faktor kunci yang menjadi perhatian adalah kecukupan dana program untuk membiayai manfaat program, dengan penekanan pada perubahan standar tarif layanan kesehatan yang dapat memengaruhi keuangan program, sebagaimana diatur oleh Permenkes 3/2023.
“Namun demikian, terdapat potensi defisit dalam jangka menengah akibat dampak perubahan standar tarif layanan kesehatan yang ditetapkan melalui Permenkes 3/2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan,” ungkap BKF dalam analisnya, dikutip Rabu (27/12/2023).
Meskipun Dana Program Jaminan Sosial Kesehatan diproyeksikan masih mengalami surplus pada 2024, BKF memberikan peringatan terhadap potensi defisit dalam jangka menengah. Faktor tersebut terkait dengan perubahan standar tarif layanan kesehatan yang dapat berdampak signifikan.
Untuk mengantisipasi potensi defisit, BKF merekomendasikan beberapa upaya mitigasi risiko. Pertama, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi arus kas secara reguler. Kedua, perbaikan tata kelola program JKN diperlukan untuk menghindari inefisiensi dan potensi kecurangan di fasilitas kesehatan. Ketiga, pemerintah perlu mendorong peran aktif pemerintah daerah (pemda) dalam pembiayaan program JKN melalui masyarakat Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang didaftarkan oleh pemda.
Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, sebagai aset bersih yang dicatatkan oleh BPJS Kesehatan, saat ini masih mengalami surplus. Perubahan kebijakan pemerintah terkait nilai iuran peserta dan penurunan utilitas masyarakat ke fasilitas kesehatan selama pandemi telah mendukung surplus ini.
Namun, BKF mencatat bahwa terdapat tanda-tanda potensi risiko defisit pada DJS Kesehatan, terutama jika pemerintah menerapkan kebijakan baru terkait perubahan pandemi Covid-19 menjadi endemi. Kebijakan tersebut dapat menggeser beban perawatan pasien Covid-19 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke DJS Kesehatan.
Pemerintah, bekerja sama dengan Kemenkeu dan BPJS Kesehatan, sedang merumuskan skema kebijakan yang tepat serta penentuan cost sharing yang sesuai. Salah satu kebijakan yang sedang dipertimbangkan adalah terkait Kebijakan Dasar Kesehatan dan Kelas Rawat Inap Standar (KDK-KRIS) yang diharapkan dapat meningkatkan ketahanan dana dalam jangka menengah.
Untuk mendukung pengelolaan risiko, pemerintah dan BPJS Kesehatan membangun sistem pertukaran data menggunakan Sistem Layanan Data Kemenkeu sebagai early warning system. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko pada DJS Kesehatan dengan lebih baik.
Meskipun BPJS Kesehatan memprediksi potensi lonjakan klaim atau manfaat yang lebih tinggi daripada penerimaan iuran pada tahun 2024, mereka percaya bahwa surplus yang cukup besar pada tahun sebelumnya masih dapat menahan peningkatan beban. BPJS Kesehatan berkomitmen untuk menjaga kualitas layanan Program JKN dengan menyusun strategi yang terukur, termasuk kerja sama lintas sektor, penguatan sistem anti-fraud, reviu utilisasi, pemanfaatan teknologi digital, dan strategi lainnya.
[ad_2]
Source link